Film porno
adalah gambar bergerak yang bertujuan untuk membangkitkan nafsu seksual
penontonnya yang umumnya menampilkan adegan aktivitas seksual. Film porno
secara umum dibagi dua kategori, softcore dan hardcore. Softcore adalah yang
tidak menampilkan adegan seksual secara vulgar (misal penetrasi), sedang
hardcore menampilkan secara vulgar. Film porno dijualbelikan dan disewakan
dalam bentuk DVD, dipertunjukkan lewat internet, atau saluran TV khusus,
layanan bayar tiap nonton (pay-per-view) lewat kabel dan satelit, juga
lewat bioskop dewasa. (en.wikipedia.org).
Menurut
Syaikh ‘Atha` Abu Rusytah, menonton film porno hukumnya haram, meski itu hanya
gambar dan bukan kenyataan yang sebenarnya. Dalilnya kaidah fiqih : al-wasilah
ila al-haram (Segala sarana yang mengakibatkan keharaman, hukumnya haram).
Menurut beliau, pengamalan kaidah ini tidak mensyaratkan sarana itu akan
mengakibatkan keharaman secara pasti, tapi cukup ada dugaan kuat (ghalabatuzh
zhann) sarana itu akan mengakibatkan keharaman. Pada umumnya, film porno akan
mendorong penontonnya melakukan keharaman, semisal zina. Maka kaidah fiqih
tersebut dapat diberlakukan untuk kasus ini sehingga hukum menonton film porno
adalah haram. (Ajwibah As`ilah, 10/10/2006).
Syaikh Ziyad
Ghazzal juga menegaskan keharaman menonton film porno dalam kitabnya Masyru’
Qanun Wasa`il al-I’lam, hal. 75. Dalilnya sabda Rasulullah SAW,”Kedua
mata dapat berzina, dan zina keduanya adalah melihat. Kedua telinga dapat
berzina, dan zina keduanya adalah mendengar. Lidah zinanya dengan bicara.
Tangan zinanya dengan menyentuh. Kaki zinanya dengan melangkah. Hati zinanya
dengan berhasrat dan menginginkan. Dan kemaluan akan membenarkan atau mendustakannya.”
(HR Muslim).
Syaikh Ziyad
Ghazzal menjelaskan wajhul istidlal (cara penarikan kesimpulan hukum) dari
hadis tersebut sebagai berikut. Kalau zina telinga yang diharamkan itu dengan
mendengarkan cerita tentang zina, maka lebih-lebih lagi kalau melihat gambar
orang berzina. Karena melihat gambar orang berzina lebih jelas dan lebih besar
pengaruhnya ke dalam jiwa daripada sekedar mendengar cerita zina. Maka melihat
film porno hukumnya haram. (Ziyad Ghazzal, Masyru’ Qanun Wasa`il al-I’lam, hal.
76).
Dikecualikan
dari keharaman ini, pihak-pihak yang mempunyai keperluan syar’i (hajat
syar’iyah), yaitu keperluan yang dibenarkan hukum syariah. Misalnya, polisi
(syurthah), atau hakim (qadhi) yang akan menjatuhkan hukuman untuk pelaku suatu
film porno. Dalam kondisi seperti ini, boleh hukumnya pihak-pihak tersebut
melihat film porno dalam rangka pemeriksaan.
Dalilnya
adalah hadis dan Ijma’ Shahabat. Diriwayatkan ketika Nabi SAW mengangkat Sa’ad
bin Muadz sebagai hakim untuk menghukum mati kaum lelaki Yahudi Bani Quraizhah,
Sa’ad telah membuka sarung mereka untuk mengetahui mereka sudah dewasa atau
belum. (HR Al-Hakim dan Ibnu Hibban). Pada zaman Khalifah Utsman, seorang
lelaki pencuri tertangkap. Khalifah Utsman memerintahkan para sahabat untuk
melihat aurat di balik kain sarungnya. Ternyata rambut kemaluan pencuri itu
belum tumbuh sehingga dia tak jadi dipotong tangannya. (HR Baihaqi). Hal ini
diketahui para shahabat dan tak ada yang mengingkarinya sehingga terwujudlah
Ijma’ Shababat. (Taqiyuddin an-Nabhani, an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam,
hal. 40).
Dalil-dalil ini membolehkan melihat aurat jika ada
keperluan yang dibenarkan syariah. Kalau melihat aurat dibenarkan, maka melihat
gambar aurat seperti film porno juga diperbolehkan, jika ada keperluan yang
dibenarkan syariah, seperti pemeriksaan oleh hakim. Wallahu a’lam
0 Response to "Hukum Menonton Film Porno"
Post a Comment