Al-imâmah secara bahasa merupakan mashdar
(gerund) dari fi’il (kata kerja) amma. Ibn Manzhur di
dalam Lisân al-Arab mengatakan: Imam adalah setiap orang yang diikuti
oleh kaum; mereka di atas jalan yang lurus ataupun sesat. Sayidina Muhammad
adalah imam umatnya dan mereka semua wajib mengikuti sunnah beliau yang sudah
berlalu. Ibn Sayidih menyatakan: Imam adalah apa yang diikuti baik pemimpin
atau yang lain. Bentuk jamaknya a‘immah. Di dalam al-Quran dinyatakan: Faqâtilû
a’immata al-kufri. Maknanya: Perangilah pemimpin kekufuran dan komandan
mereka yang diikuti oleh orang-orang lemah mereka. Imam sesuatu adalah yang mengurusi
(qayyimuhu) dan yang memperbaiki (al-mushlih lahu) sesuatu itu.
Al-Quran adalah imam kaum Muslim. Sayidina Muhammad Rasulullah saw. adalah imam
para imam (imâm a’immah). Khalifah adalah imam rakyat. Imam pasukan
adalah komandan mereka. Imam adalah contoh. Imam anak-anak di sekolah adalah
apa yang dipelajari tiap hari. Imam al-mitsâl adalah yang dicontoh. Imam
adalah rangka yang menyangga bangunan.
Ibrahim
Mushthafa dkk, dalam Mu’jam al-Wasîth mengatakan: Imam adalah orang yang
diikuti masyarakat baik pemimpin atau yang lain. Di antaranya imam shalat,
khalifah, komandan pasukan dan al-Quran untuk kaum Muslim. Di dalam al-Quran
dinyatakan: Wa kullu syay’[in] ahshaynâhu fî imâm[in] mubîn; panduan
untuk orang-orang yang bepergian (musafir); penggembala untuk unta; kadar yang
dipelajari murid setiap harinya di sekolah dikatakan anak-anak menghapal
imamnya; jalan yang luas dan jelas; rangka untuk menegakkan bangunan dikatakan
bangunan ditegakkan di atas imam; contoh (al-mitsâl) dan dalam istilah
adalah standar paling benar yang disepakati untuk mengukur satuan-satuan yang
beredar atau untuk mengukur sesuatu atau sifat.
Bentuk
pluralnya adalah a’immah. Al-Imâmah adalah kepemimpinan kaum
Muslim dan jabatan al-imâm.
Kata
imâm dan bentuk pluralnya a’immah dinyatakan di dalam al-Quran.
Semuanya dalam makna bahasa. Di antaranya kata imâm dengan makna jalan
(QS al-Hijr [15]: 79), kitab catatan amal (QS al-Isra’ [17]: 71; QS Yasin [36]:
12), pedoman/petunjuk (QS Hud [11]: 17; al-Ahqaf [46]: 12). Dalam QS
al-Baqarah [2]: 124 imam bermakna orang yang diikuti dan dicontoh
(Tafsîr ath-Thabarî, I/529), sementara dalam QS al-Furqan [25]: 74 imam
bermakna yang dicontoh oleh orang setelah kami (Tafsîr ath-Thabarî,
xix/52).
Imam
al-Bukhari menafsirkannya, “Sebagai imam, kami mencontoh orang sebelum kami dan
dicontoh oleh orang setelah kami.”
Dinyatakan
juga dalam bentuk jamak (a’immah) dengan makna imam yang menunjukkan
pada kekufuran (QS at-Tawbah [9]: 12; QS al-Qashash [28]: 41); imam yang
menunjukkan pada kebaikan dan ketaatan (QS al-Anbiya’ [21]: 73; QS
as-Sajdah [32]: 24); dan dengan makna penguasa (QS al-Qashash [28]: 5).
Kata
imâm dan a’immah juga dinyatakan di dalam banyak hadis. Di
antaranya dengan makna imam shalat, misalnya:
إِذَا
كَانَ
أَحَدُكُمْ
إِمَامًا…
Jika
salah seorang kalian menjadi imam… (HR Ahmad).
Ada
juga imam dengan makna pemimpin, misalnya:
…اَلْإِمَامُ
عَلَى
النَّاسِ
رَاعٍ
وَهُوَ
مَسْؤُوْلٌ
عَنْ
رَعِيَّتِهِ…
Imam
adalah pemimpin masyarakat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Juga
dinyatakan dengan makna imâmu al-a’zham atau khalifah. Di antaranya
sabda Rasul saw.:
…وَمَنْ
بَايَعَ
إِمَامًا…
Siapa
saja yang membaiat seorang imam (khalifah)… (HR Muslim, Abu Dawud, an-Nasai, Ibn Majah dan Ahmad).
Selanjutnya
dalam tradisi para ulama dan fukaha, kata al-imâmah digunakan dengan
maksud imâmah al-‘uzhma, yakni Khilafah. Para ulama memberikan bermacam
definisi al-imamah menurut istilah ini. Di antaranya:
- Al-Imâmah adalah ar-ri‘âsah al-‘âmah. Al-Khilâfah adalah al-imâmah al-kubrâ. (M. Rawas Qal’ahji, Mu’jam Lughah al-Fuqaha’).
- Al-Imâmah adalah topik untuk khilafah nubuwwah dalam menjaga agama dan mengatur dunia dengannya (Al-Mawardi, al-Ahkâm as-Sulthâniyah, hlm. 5).
- Al-Imâmah adalah kepemimpinan sempurna (riyâsah tâmmah) dan kepemimpinan berkaitan dengan privat dan publik dalam tugas-tugas agama dan dunia (Imam al-Haramayn al-Juwayni, Ghiyâts al-Umam fî at-Tiyâts azh-Zhulam, hlm. 15).
- Al-Imâmah adalah pengganti mewakili Rasul saw. dalam menegakkan agama di mana seluruh umat wajib mengikuti (Imam an-Nasafi, al-‘Aqâ`id an-Nasafiyah, hlm. 179).
- Al-Imâmah adalah memimpin seluruh kaum Muslim menurut keharusan pandangan syar’i dalam berbagai kemaslahatan mereka, ukhrawi dan duniawi yang kembali pada kemaslahatan ukhrawi, sebab kondisi dunia semuanya dalam pandangan Asy-Syari’ kembali kepada penilaiannya sebagai kemaslahatan akhirat. Al-Imâmah itu pada hakikatnya adalah Khilâfah (pengganti) dari pemilik syariah dalam menjaga agama dan mengatur dunia dengannya (Ibn Khaldun, Al-Muqaddimah, hlm. 190).
- Al-Imâmah adalah kepemimpinan umum (ar-ri‘âsah al-‘âmah) dalam urusan dunia dan agama (Muhammad Najib al-Muthi’i, Takmilah al-Majmû’ Syarh al-Muhadzdzab li an-Nawawi, hlm. 517).
Ad-Dumaiji
dalam bukunya al-Imâmah al-‘Uzhma ‘inda Ahli as-Sunnah mengatakan,
“Begitulah, al-imâmah memiliki makna istilahi yang islami. Yang
dimaksudkan dengan al-imâm adalah khalifah kaum Muslim dan penguasa
mereka. Al-Imâmah itu kadang disifati dengan al-imâmah al-‘uzhma
atau al-imâmah al-kubrâ untuk membedakannya dari imamah shalat. Dengan
ketentuan bahwa jika disebutkan al-imâmah saja maka yang dimaksudkan
adalah al-imâmah al-kubrâ atau al-imâmah al-‘âmah, seperti yang
dijelaskan oleh Ibn Hazm.
Dari
hadis-hadis dan paparan para Sahabat, para tabi’in, ulama dan fukaha
tampak mereka tidak membedakan istilah khalifah dan imam. Setelah
sejak masa Umar bin al-Khathab ra. mereka menambahkan istilah amirul
mu’minin. Mereka menjadikan kata al-imâm, al-khalifah dan amirul
mu’minin sebagai mutaradif (sinonim) yang mengantarkan pada makna
yang sama. Imam an-Nawawi mengatakan (Rawdhah ath-Thâlibîn wa ‘Umdah
al-Muftîn, x/49), “Boleh dikatakan untuk imam: al-khalifah, al-imâm
dan amirul mu’minin.
Ibn
Khaldun setelah mendefinisikan al-imâmah mengatakan, “Karena telah kami
jelaskan hakikat jabatan ini dan bahwa itu adalah niyâbah (wakil) dari
pemilik syariah dalam menjaga agama dan mengatur dunia dengannya, maka
dinamakan khilâfah dan imâmah; pelaksananya disebut khalifah
dan imâm.”
Syaikh
Abu Zahrah menjelaskan, “Semua mazhab politik beredar seputar al-khilafah
dan itu adalah al-imâmah al-kubrâ. Disebut khilafah sebab orang
yang menjabatnya dan menjadi penguasa tertinggi untuk kaum Muslim menggantikan
Nabi saw. dalam mengatur urusan mereka. Disebut imâmah karena khalifah
disebut imam, karena menaati dia adalah wajib dan karena masyarakat berjalan di
belakang dia sebagaimana mereka shalat di belakang orang yang mengimami mereka
di dalam shalat, yakni bermakmum kepada dia.” (Abu Zahrah, Târîkh
al-Madzâhib al-Islâmiyah, hlm. 21).
Namun,
bisa diperhatikan bahwa kata al-imâmah di kalangan Ahlus Sunnah lebih
dominan digunakan dalam pembahasan akidah dan perkara fiqhiyyah. Adapun
kata al-khilâfah lebih dominan digunakan dalam buku-buku sejarah.
Dari
semua itu berarti al-imâmah maknanya adalah al-khilâfah. Dari
penjelasan para ulama dapat diketahui bahwa al-imâmah itu merupakan
kepemimpinan umum atas seluruh masalah dan wilayah, bukan pada sebagian saja. Al-Imâmah
adalah imam untuk seluruh kaum Muslim, bukan sebagian atau mazhab tertentu.
Tugas al-imâmah tidak lain adalah menerapkan Islam dan mengemban dakwah
Islam ke seluruh dunia. Dengan demikian bisa didefinisikan bahwa al-imâmah
adalah kepemimpinan umum untuk seluruh kaum Muslim guna menerapkan hukum-hukum
syariah dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.
Menegakkan
al-imâmah ini adalah wajib bagi seluruh kaum Muslim. Imam Ibn Hazm
menjelaskan, “Seluruh Ahlus Sunnah, semua murji’ah, semua Syiah dan semua
Khawarij sepakat atas wajibnya al-imâmah.”
Imam
al-Qurthui dalam tafsirnya juga menjelaskan, “Tidak ada perbedaan tentang
kewajiban al-khilâfah (al-imâmah) di antara umat dan para imam,
kecuali yang diriwayatkan dari al-Asham yang tuli dari syariah. Demikian juga
orang yang berpendapat dengan pendapatnya dan mengikuti pendapat dan
mazhabnya.”
Para
ulama menjelaskan bahwa kewajiban menegakkan al-imâmah itu adalah fardhu
kifayah. Jika sebagian bisa menegakkannya secara sempurna, gugurlah kewajiban
itu dari semua. Namun, karena sampai sekarang kewajiban ini belum tertunaikan,
maka seluruh kaum Muslim tetap berkewajiban untuk menegakkan al-imâmah/al-khilafah
yang hakiki itu.
WalLâh
a’lam bi ash-shawâb.
[Yoyok Rudianto]
0 Response to "Imâmah"
Post a Comment